Kamis, 22 Desember 2011

Nature Instant Composting


Bahan Organik Berupa Kompos
Bahan organik bagi tanah dan tanaman sama-sama memiliki peranan penting. Umumnya bagi tanah pemberian bahan organik dapat mengembalikan tanah ke dalam kondisi yang lebih baik setelah mengalami pengolahan terutama untuk memperbaiki kondisi fisik tanah, dan untuk tanaman sebagai penyumbang unsur hara walaupun jumlahnya sangat sedikit. Bahan organik umumnya bersumber dari bagian-bagian tanaman yang telah gugur atau telah mati, dapat juga berasal dari veses hewan ternak. Keduanya merupakan sumber utama bahan organik yang umum ada ditemui dan banyak digunakan dalam pertanian.
            Problem yang ada, secara alamiah bahan organik ini lambat melapuk. Walaupun tergantung dari komposisi penyusunnya tapi secara umum apabila hanya sekedar diberikan di atas tanah lambat melapuk sehingga umumnya terlebih dahulu dilakukan proses pengomposan. Pengomposan ini bervariasi caranya untuk dilakukan mulai dari pengomposan manual hingga menggunakan media pengomposan seperti “Keranjang Takakura”  dan lain-lain.
Daun-daunan sebagai bahan organik yang sering terabaikan
            Masalah di lapangan kemudian petani rata-rata enggan melakukan pekerjaan ganda untuk mengomposkan bahan organik yang umumnya berupa daun-daunan sehingga oleh mereka lebih memilih dibakar. Atau jangankan para petani, bahkan orang-orang yang mengerti teori pun rata-rata malas untuk melakukannya. Memang harus diakui proses pengomposan memang memerlukan waktu, ruang dan biaya, teknologi pengomposan yang ada saat ini juga tidak mendukung secara massal orang-orang untuk melakukan perubahan karena berbagai macam keterbatasan.
            Untung alam ciptaan Alloh SWT selalu memberikan solusi. Di alam ini terutama di tanah, organisme-organisme tidak kasat mata yang selama ini melakukan pekerjaan penting yang tidak kita duga juga bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di dalam tanah mikrob ini berperan untuk menjaga stabilitas tanah diantaranya menjaga aerasi udara di dalam, bersinergi dengan akar untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan melakukan penghancuran bahan-bahan organik mentah yang masuk ke dalam tanah. Di ekosistem alam bebas seperti hutan, sinergi seperti ini terjadi setiap waktu secara alami untuk menjaga kelestarian tanah dan lingkungan  Proses pengomposan yang selama ini kita kenal pun melibatkan mikrob ini sebagai agen utama yang merombak bahan organik menjadi kompos. Jadi selama ini pun tanpa kita ketahui mikrob tanah sudah melakukan pekerjaan besar yang penting bagi lingkungan. Yang hanya kita perlu lakukan adalah menjaga sekaligus mensuport kerja mikrob tersebut.
Organisme Tanah sebagai agen pengomposan
Seperti juga manusia, mikrob ini memerlukan sumber energi untuk melakukan aktivitasnya. Dan sumber energi tersebut adalah Bahan Organik. Ya, bahan organik yang dirombak oleh mikrob di dalam tanah juga digunakan untuk sumber energinya. Sehingga apabila kita memberikan bahan organik ke dalam tanah berarti kita telah memberikan “makan” mikrob tersebut dan menunjang kehidupan mereka.  Hambatan dalam pengomposan bisa kita atasi dengan memanfaatkan hal ini sehingga hanya dibutuhkan sedikit saja ruang untuk melakukan pengomposan. Yang perlu kita lakukan hanyalah melakukan sedikit usaha untuk memudahkan kerja mereka dengan mengumpulkan bahan-bahan organik di sekitar kita yang umumnya berupa daun atau jaringan tumbuhan yang telah gugur. Setelahnya kita perlu membuat atau menggali lubang yang tidak perlu terlalu dalam di beberapa tempat yang merata bergantung kepada luasnya lahan. Bahan organik yang telah dikumpulkan tersebut kita masukan ke dalam lubang-luabang tadi kemudian ditimbun ke dengan tanah. Nantinya mikrob di dalam tanah akan dengan sendirinya melakukan dekomposisi menghancurkan bahan-bahan organik yang tadi ditimbun itu. Lebih efisien dan lebih praktis jika dibandingkan dengan metode pengomposan konservatif di atas tanah  yang  memerlukan pengontrolan dan ruang ekstra untuk melakukannya.

Kamis, 15 Desember 2011

Semangka Kubus


Semangka Berbentuk Kubus
Lazimnya semangka memiliki bentuk bulat atau lonjong, namun pernahkah mendengar buah semangka kubus? Itu adalah buah semangka biasa sama seperti jenis semangka-semangka lainnya tapi memiliki bentuk kubus. Ide kemunculannya berawal dari buah semangka berbentuk bulan/lonjong yang ternyata menyulitkan para petani di Jepang. Dengan bentuk seperti ini semangka dianggap merupakan buah yang sulit untuk disimpan karena memakan banyak tempat, selain itu dengan bidang yang tidak rata menjadi relatif sulit untuk dipotong.
            Di Jepang, tepatnya di perfektur Ibaraki para petani memikirkan cara yang lebih efisien untuk menghasilkan semangka yang mudah disimpan dan dipotong. Maka kemudian terbentuk ide untuk membuat semangka dalam bentuk kubus. Bentuk ini bukanlah hasil dari rekayasa genetik, melainkan buah semangka yang sedang dalam masa tanam dibentuk dengan menggunakan kotak kaca berbentuk kubus. Sehingga buah semangka yang dihasilkan akan berbentuk kubus. Dengan buah semangka berbentuk kubus seperti ini kapasitas di gudang penyimpanan menjadi lebih besar dan porsi potongan semangka juga menjadi bertambah.
Belakangan bentuk-bentuk dari Semangka ini semakin berkembang tidak hanya kubus saja melainkan sudah ada yang mengkreasikan berbentuk piramid, jantung, dll. Di Indonesia semangka berbentuk Kubus  inidapat dijumpai di beberapa tempat, seperti taman buah Mekarsari, Cibodas, Bogor. 

(Gambar diambil dari http://artbringthousandwords.blogspot.com/2011/05/manggis-aka-mangosteen.html )


Tanaman Kangkung


Tanaman Kangkung
Kangkung merupakan salah satu tanaman sayuran yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Sifatnya yang mudah tumbuh dan cepat dipanen membuat banyak petani memilih komoditi ini untuk ditanam. Selain itu untuk pemeliharaan tanaman ini tidak memerlukan banyak pemeliharaan selain penyiraman air secukupnya. Dari segi pemupukan umumnya juga pada tanah-tanah tertentu yang masih cukup terjaga kesuburannya, tanaman kangkung bisa tumbuh baik dengan hanya mengadalkan pemberian kompos tanpa ada tambahan pemberian pupuk anorganik.
            Secara teknis penanaman kangkung dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu kangkung darat dan kangkung air. Umumnya kangkung yang banyak digunakan adalah kangkung darat. Namun pada tempat-tempat yang memiliki lahan basah/berawa digunakan kangkungan air. Beda jenis, beda pula perlakuan tanamnya. Menanam kangkung darat umumnya lebih mudah karena bisa langsung ditebar benihnya ke tanah yang sudah dipersiapkan. Sedangkan untuk jenis kangkung air, menanamnya menggunakan teknik setek atau dengan memotong bagian tanaman lain kemudian ditanam di media yang baru .
Budidaya Kangkung Air
             Yang berarti untuk persiapan tanamnya kita membutuhkan bagian dari tanaman lain untuk di setek. Atau umumnya untuk jenis kangkung air ini awalnya dilakukan pembibitan terlebih dahulu baru kemudian ditanam di lahan yang basah berair. Kangkung air cocok untuk daerah berawa dan tanah yang sering tergenang air seperti gambut. Meski secara teknis lebih merepotkan namun jenis kangkung air ini dapat dipanen lebih dari sekali, sedangkan kangkung darat hanya bisa dipanen sekali saja. Tanaman kangkung umumnya dapat dipanen pada usia 50-60 hari setelah tanam. 


( Sumber gambar dari Google & Wikipedia )

Kimchi

 
Kimchi Tradisional (Pengolahannya Belum Mengenal Rempah)
Penggemar kuliner terutama makanan korea tentunya sudah tidak asing dengan makanan jenis ini, Kimchi atau “Chim-chae” makanan khas Korea yaitu berupa sayuran yang difermentasikan selama beberapa jam atau hari sebelum dihidangkan. Biasanya berupa sawi putih atau lobak.
            Namun tidak banyak yang tahu kalau asal muasal dari munculnya makanan ini adalah secara tidak langsung dipengaruhi oleh cara masyarakat desa kuno di Korea  bercocok tanam dan menyimpan makanan. Korea merupakan daerah semenanjung di timur benua Asia yang memiliki iklim subtropis. Karena matahari tidak dapat bersinar sepanjang tahun seperti daerah katulistiwa ( seperti Indonesia) maka petani hanya bisa bercocok tanam pada musim tertentu saja, terutama musim panas di mana sinar matahari maksimal.  Masalah yang timbul kemudian bagaimana caranya memenuhi kebutuhan makanan pada musim dingin? Lalu kemudian masyarakat mulai memikirkan cara mengawetkan makanan. Hasil panen yang melimpah tidak habis dikonsumsi pada waktu sebelum musim dingin kemudian disimpan dengan cara digarami. Cara mengawetkan makanan dengan menggunakan garam sudah lama dikenal di berbagai tempat.
Tempat Fermentasi Berupa Tempayan/Guci Liat
            Sayur-sayuran yang umumnya adalah sawi putih dan lobak disimpan di tempat penggaraman berupa tempayan/ guci tanah liat lalu dipendam di dalam tanah selama berminggu-minggu saat musim dingin. Umumnya saat ini makanan kimchi sudah lebih berbumbu dengan campuran cabai dan bawang putih namun pada masa-masa awal sebelum abad 16 kimchi yang direndam air garam hanya disajikan mentah-mentah tanpa bumbu, hal ini dikarenakan orang Korea belum mengenal bumbu rempah-rempah seperti cabai sebelum kedatangan pedagang portugis pada abad 16. Kemungkinan sebelum masyarakat mengenal sawi putih pada abad 19, kimchi korea hanya terbuat dari lobak atau sayur-sayuran asli daerah korea. Hal ini dikarenakan tanaman lobak memang banyak dibudidayakan sejak lama di daerah asia timur.

Kimchi Modern Yang Pengolahannya Sudah Mengenal Bumbu Rempah


(Sumber Gambar Dari Wikipedia )

Selasa, 13 Desember 2011

Keranjang Takakura


Keranjang takakura merupakan salah satu alat pengomposan yang mulai banyak digunakan hari ini, terutama untuk mengolah sampah-sampah rumah tangga di pemukiman kota besar. Dinamakan keranjang Takakura sesuai dengan nama penemunya, Koji Takakura. Sampah yang digunakan sebagai bahan harus sampah-sampah organik, dan umumnya yang digunakan adalah sampah dapur seperti sisa sayuran, buah-buahan atau bahan lainnya.
            Metode pengomposan dengan keranjang Takakura ini dilakukan dengan menimbun sampah-sampah organik rumah tangga utamanya yang sudah dilakukan pencacahan atau dipotong kecil-kecil. Potongan sampah organik tersebut dicampur ke dalam kompos dan diaduk aduk.  Kemudian di dalammnya di timbun sabut sebagai aerator. Menurut perhitungan metode pengomposan konvensional sampah-sampah ini akan menjadi kompos dalam waktu kurang lebih 3-4 minggu.
            Pengomposan dengan menggunakan keranjang takakura sangat baik namun ini lebih cocok dilakukan di lingkungan urban dan pemukiman di kota-kota besar yang tidak memiliki area cukup besar untuk dijadikan tempat pengolahan sampah. Sehingga penggunaan komposter seperti keranjang takakura ini sangat membantu untuk mereduksi sampah-sampah utamanya yang berasal dari rumah tangga. Untuk daerah yang memiliki tempat cukup memadai akan jauh lebih baik untuk mengomposkan dengan cara biasa karena selain kapasitas sampah yang dikomposkan lebih besar juga memiliki efek yang lebih baik untuk lingkungan terutama tanah.    

Senin, 12 Desember 2011

Teknologi Pupuk Hayati


Umumnya pupuk yang dikenal di dalam dunia pertanian ada dua jenis, yaitu pupuk anorganik seperti urea, dan pupuk organik seperti kompos. Namun terdapat satu jenis pupuk lagi, yaitu pupuk hayati yang mungkin masih kurang familiar. Di negara lain penggunaannya sudah berkembang pesat sementara hanya di beberapa daerah di Indonesia yang mengetahui dan telah menggunakannya. Pupuk ini lebih menekankan kepada aspek kerja dari mikroorganisme di dalam tanah. Apabila pupuk dari dua jenis lainnya memberikan kesuburan kimiawi, maka pupuk hayati ini memberikan kesuburan lainnya berupa tambahan populasi mikrob yang akan membantu memperbaiki sifat tanah dan mengembalikan kesuburan.
Pupuk Hayati atau disebut juga Pupuk Mikrob, adalah Pupuk yang mendapat bantuan dari Mikrobia yang ditambahkan ke dalam tanah untuk meningkatkan efektifitas pengambilan hara dari udara atau tanah.  Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Penggunaan pupuk ini yang paling umum adalah untuk membantu penyerapan unsur Hara makro N dan P. Mikroorganisme yang umum digunakan biasanya adalah Rhizobium sp dan Azospirillum sp untuk penyerapan hara N, dan Mikroorganisme pelarut fosfat untuk penyerapan P.
Pemanfaatan mikrob telah lama dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanam, namun pemanfaatan dengan melalui penggunaan pupuk hayati harus diperhatikan dengan cermat. Sebab, ketahanan Mikrob terhadap lingkungan terbatas dan juga jangka waktu hidup mikroorganisme yang cuma sekitar 6 bulan.
Pembuatan Pupuk hayati ini memerlukan bahan-bahan khusus namun sederhana, 3 komponen yang paling utama untuk membuatnya adalah Carrier atau bahan padatan, Bahan Pelekat dan tentu saja Isolat mikroorganisme.  

Carrier yang paling umum digunakan adalah pupuk Kompos, tapi dapat juga digunakan bahan tanah Gambut, dan Casting ( Casting merupakan zat kotoran cacing yang dikeluarkan ketika proses pengomposan BO dalam tanah, biasa digunakan untuk menyuburkan tanah)
Molase (Limbah Tetes Tebu) Sebagai Perekat
Bahan perekat yang digunakan biasanya adalah Molase ( limbah tetesan tebu) dan Tapioka basah. Limbah ini berwarna hitam pekat dan kental seperti kecap, namun baunya menyerupai gula cair
Adapun proses pembuatannya pertama-tama adalah mengayak carrier, katakanlah misalnya kita gunakan Kompos, hingga ukuran yang halus. Kompos yang diayak kira2 sebanyak 3 Kg. Kemudian ayakan kompos yang sudah halus ini dicampur dengan Molase atau tapioka, diaduk-aduk hingga kalis atau saling merekat secara merata. Adonan ini kemudian dicetak dalma bentuk padat dengan alat, kalau tidak ada alat pencetak bisa juga di bentuk pelet dengan tangan. Cetakan padat kemudian dikeringkan selama 3 hari. Tahap selanjutnya adalah Injeksi Mikroorganisme, mikroorganisme dalam Inokulum cair disemprotkan ke padatan(Inokulum ini telah diisolasi dari tanah sebelumnya).
 Padatan harus dalam keadaan kadar Air sekitar 40% untuk memudahkan kerja Mikrob. Biasanya untuk mengetahui perkiraan kadarnya adalah dengan cara digenggam untuk merasakan porsi lembabnya. Tahap terakhir adalah proses Inkubasi, tahap ini harus diperhatikan dengan cermat karena berpengaruh pada populasi Mikroorganisme yang berkembang. Jumlah mikroorganisme yang benar setidaknya harus mencapai 10.000.000.000 sel per Mililiter ( Dihitung berdasarkan metode Most Probable Number atau MPN).
Sebetulnya bahan baku pembuatan pupuk hayati ini bisa bermacam-macam. Yang saya uraikan di atas hanya berdasarkan pengalaman membuat pupuk hayati dua tahun lalu, akan lebih bagus jika menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah didapat di sekitar kita dan lebih aplikatif. Karena sebetulnya kuncinya sama seperti membuat kompos yaitu pada kinerja mikroorganisme. Semakin tinggi aktivitas mikrob semakin baik efeknya di dalam tanah dan tanaman.

Kamis, 08 Desember 2011

Soil Engineer



Gambar 1. Aneka organisme tanah
Yang dimaksud dengan engineer (Insinyur) di sini bukanlah manusia. Tetapi mengacu kepada Organisme yang hidup di dalam tanah yang memiliki sejumlah peranan penting membangun “ekosistem bawah tanah” dan menyokong kesuburan tanah. Mungkin terdengar berlebihan tapi memang hal ini benar adanya. Keberadaan dan peran serta mereka di dalam tanah betul-betul penting dan tidak dapat dibayangkan apa jadinya jika Alloh SWT tidak menciptakan mereka.
 Peranan dari para organisme ini sering terabaikan karena biasanya tanah hanya dinilai berdasarkan fisik dan kesuburannya saja. Padahal faktor kehidupan biologis dalam tanah juga penting. Lazimnya suatu ekosistem adalah tempat dimana siklus kehidupan terus berputar. Sama seperti dunia manusia, ekosistem di dalam tanah juga perlu terus bergulir untuk terus memeberikan kehidupan, tidak hanya bagi golongan mereka saja tapi juga kepada mahluk lain seperti manusia dan tanaman. Yang bertugas menjalankan aktivitas kehidupan di bawah tanah ya para organisme tanah ini.
Kerja dari para organisme tanah ini seperti para insinyur, mereka membangun insfrastruktur berupa ruang dan rongga2 udara di dalam tanah, memberikan perbaikan struktur tanah, dan memperbaiki drainase sehingga air dapat masuk ke tanah lebih mudah dan disimpan. Mereka juga mengatur sistem transportasi unsur hara dan menyediakannya dalam bentuk yang dapat diserap tanaman. Kalau kita mengenal kompos selama ini dapat memperbaiki tanah sebetulnya yang berperan adalah mikrob pendegradasinya. Pada saat kita memberikan kompos atau pupuk organik lainnya pun sebetulnya yang kita lakukan adalah memberikan para organisme ini sumber energi untuk melakukan kerjanya, yang memperbaiki tanah itu sebetulnya adalah para organisme ini. 
Terkadang, dalam bayangan kita merasa jijik ketika berhadapan dengan makhluk hidup tanah seperti cacing, kluwing atau rayap, tapi justru kita harus berterima kasih kepada kinerja mereka yang bisa membuat tanah tetap dalam kondisis baik. Mislanya cacing, Pergerakan cacing di dalam tanah membuat lubang-lubang yang dapat meningkatkan aerasi (pergerakan udara) dan pergerakan air di dalam tanah. Casting atau kotoran dari cacing tanah juga dibutuhkan sebagai bahan perekat antar fraksi tanah dan sebagai penyubur tanah. Kinerja yang kurang lebih sama juga dilakukan semut, rayap dan spesies lainnya.
Gambar 2. Cacing, termasuk organisme yang penting bagi kesuburan tanah
Organisme tanah jumlahnya sangat banyak dan menurut klasifikasi biologi tanah terbagi menjadi 3 kelompok ukuran yaitu kelompok organisme makro, meso dan mikro. Organisme tanah dengan ukuran makro adalah yang berukuran diatas 2 mm dan sudah banyak kita kenal seperti cacing, semut atau rayap. Namun yang berukuran meso hingga makro biasanya kurang familiar dikarenakan kedua kelompok ukuran ini yang tidak terlihat mata manusia. Tapi justru kelompok meso hingga mikro inilah yang merupakan organisme penting. Contohnya mikrob Rhizobium, yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan membantu penyerapan unsur hara. Lalu juga ada Azotobacter yang berperan penting dalam siklus N di dalam tanah , dan MoPP (mikroorganisme pelarut phospat) yang keberadaannya sangat diperlukan untuk mengefisienkan pemupukan Phospor di dalam tanah. Dan itu baru beberapa contoh, sebetulnya jumlah organisme di dalam tanah jumlahnya bisa mencapai miliaran dan masing-masing memiliki peran serta dalam tanah.
Karena itu jangan pernah kita mengecilkan keberadaan mereka karena keberadaan para organisme tanah ini memiliki arti tersendiri dalam alam yang menyokong kehidupan manusia. Tugas kita adalah cukup dengan menjaga ekosistem mereka tetap kondusif dan memberikan sokongan kepada kehidupan mereka dengan tidak merusak tanah dengan melakukan pencemaran dan pengolahan tanah yang serabutan Karena pengolahan tanah yang berlebihan dapat mengganggu populasi para organisme ini sehingga akan berdampak ke semua aspek, termasuk mempengaruhi kehidupan manusia.

Gambar 3. Organisme Tanah kelas Meso

Gambar 4. Organisme Tanah Kelas Makro

Gambar 5. Organisme Tanah Kelas Mikro (Mikroorganisme)